Ringkasan Cerita Filim Bad Samaritan 2018
Ringkasan Cerita Filim Bad Samaritan 2018 |
Bad Samaritan
Melalui naskahnya, Brandon Boyce ingin menghukum Sean tanpa menciptakan filmnya menjadi nihilis. Prosesnya tidak mudah, konklusinya pun tak bisa sepenuhnya disebut “akhir bahagia”, namun ada secercah cahaya tatkala perlahan sang tokoh utama bisa berubah melalui cara yang bisa dipercaya. Sebab cuma orang dengan kebebalan luar biasa yang menolak berubah pasca menghadapi permasalahan serupa Sean. Fakta bahwa beliau pun berusaha menyelamatkan nyawa turut menciptakan prosesnya bukan Cuma believable, pula likeable.
Jalan Cerita Bad Samaritan
Sekali lagi, ini bukan perjalanan mudah. Target perampokan terbaru Sean dan Derek yaitu Cale Erendreich (David Tennant), laki-laki pengendara Maserati yang sombong, necis, dan tentu saja kaya raya. Merasa menerima durian runtuh, Sean bergegas menguras barang-barang di rumah Cale, hingga beliau menemukan seorang perempuan dirantai di sebuah kamar dalam kondisi mengenaskan. Sean menentukan kabur, keputusan yang memicu rasa bersalah, yang ujungnya, juga memicu “kucing-kucingan” ketika Cale menyadari perbuatan Sean. Cale bukan kucing sembarangan. Bermodalkan sumber daya (baca: kekayaan) melimpah, Cale menciptakan pertarungan ini berat sebelah. Betapa tidak? Cale bisa mengontrol seisi rumahnya dari telepon genggam, mempunyai senjata, pun alat pelacak.
Di bawah penyutradaraan Dean Devlin (Geostorm), “kucing-kucingan” itu mengalir dinamis, punya ketepatan tempo, bertabur kejutan dengan kadar memadahi. Mencapai pertengahan, alih-alih kehabisan bensin, Bad Samaritan justru melangkah ke arah tak terduga. Ketimbang meruncing, konfliknya justru melebar, selaku cara mengatakan sejauh apa Cale bisa menghancurkan kehidupan Sean, meski detail terkait “bagaimana” urung dijabarkan. Seperti perkataan Cale, “You don’t know how rich I am”, karenanya memang sebatas itu yang kita tahu. Hal serupa terjadi ketika filmnya berusaha memaparkan motivasi sang antagonis melalui klarifikasi latar belakangnya oleh FBI (yang muncul hanya untuk memberi eksposisi). Cale menderita duduk kasus psikologis yang dipicu tragedi masa kecil. Itu saja.
Tapi melihat penampilan David Tennant, melihat tatapan bengisnya, mengamati senyum yang tersungging di bibirnya, mengikuti akal serta kecermatan taktiknya, gampang meyakini bahwa Cale yaitu laki-laki dengan gangguan mental sewaktu naskahnya gagal tampil semeyakinkan itu. Terkait naskah, saya pun terganggu dengan beberapa lubang logika. Cale merupakan sosok cerdik, cermat, nan teliti, tetapi ketika beliau coba menjebak Sean menggunakan bom, Cale justru meninggalkan Maserati disertai kuncinya yang tergeletak di kawasan biasa, memberi Sean jalan melarikan diri. Mengapa tidak menyingkirkannya dulu? Paling tidak, cukup dengan melenyapkan kuncinya. Dengan uang plus kekuatan melimpah miliknya, tak bisakah Cale menyewa orang untuk mengambil kendaraan beroda empat itu?
Bodoh memang, dan lantaran Bad Samaritan digarap menggunakan pendekatan serius, dilengkapi segala elemen moralitasnya. Lain dongeng jikalau keseluruhan filmnya menggunakan gaya menyerupai third act-nya, kala selama sekitar 10 menit, Bad Samaritan bertransformasi jadi lebih ringan, menyelipkan humor menggelitik, enggan menganggap dirinya terlampau serius. Pada momen singkat itu pula David Tennant melepaskan topeng ketenangan yang beliau kenakan, tampil meletup sebagai antagonis over-the-top yang tetap menyenangkan disaksikan. Tapi bukan masalah. Lubang-lubang logika yang ada hanya “kejahatan kecil” yang berhasil ditebus oleh kebaikan lebih besar lain berupa poin-poin konkret filmnya. Seperti tokoh utamanya, Bad Samaritan mampu menebus keburukan dirinya.
Komentar
Posting Komentar