Art imitates life. Karya seni mengimitasi realita. Istilah tersebut bekerjsama erat kaitannya dengan metode seorang seniman mengais inspirasi, yakni bersumber dari dunia nyata. Tapi dalam perjalanannya, penciptaan karya, yang juga merupakan proses penciptaan kehidupan di tatanan fiktif, sanggup memunculkan pengaruh berkebalikan apabila sang pembuat karya mulai terseret terlampau jauh menuju kreasinya. Terjadilah life imitates art. Hal ini jadi pokok bahasan Based on a True Story yang menampilkan kerja sama Roman Polanski (The Pianist, Chinatown, Rosemary’s Baby) dan Oliver Assayas (Personal Shopper, Clouds of Sils Maria) sebagai penulis naskah. Hanya saja, proses observasi itu ditambahi bumbu thriller.
Seorang novelis yang gres meraih kesuksesan perdana, tersiksa akhir kebuntuan menulis, kemudian bertemu penggemar misterius seiring dengan memudarnya batasan fantasi dan realita sang novelis. Premisnya familiar, apalagi bagi kedua penulis naskah. Film terakhir Polanski, Venus in Fur (2013) serta judul-judul lamanya kerap membahas soal itu, sementara Assayas, hampir di tiap karyanya, gemar bertutur perihal krisis eksistensial. Paruh awalnya bekerja layaknya drama psikologis observasional pada umumnya, dikala Delphine (Emmanuelle Seigner, istri Polanski) berkenalan dengan Elle (Eva Green), si penggemar berat yang ia rasa amat mengerti isi hati dan pikirannya. Dari penggemar-idola, relasi keduanya cepat menjelma persahabatan.
Delphine bersedia mengatakan ringkasan novel terbaru yang tengah susah payah ia tulis, memberitahu kata sandi komputernya, bahkan mengizinkan Elle tinggal di apartemennya sementara waktu. Kehadiran Elle dirasa bisa melucuti beban Delphine, yang bukan cuma buntu, pula sedang menghadapi teror dari surat misterius yang menuduhnya mengeksploitasi malu keluarga lewat novel. Semakin jauh kisahnya bergerak, nuansa thriller makin kental merasuk, bahkan mencapai third act, Based on a True Story mulai terang-terangan merujuk pada Misery (1990), lengkap dengan penulis yang kakinya terluka dan mesti terus berbaring.
Di tangan Polanski selaku sutradara, Based on a True Story lebih condong ke ranah slow-burning thriller ketimbang drama meditatif sebagaimana pendekatan Assayas sebagai sutradara. Pun tak mengejutkan dikala aroma psikoseksual kurang jelas tercium di balik interaksi Delphine dan Elle. Kadang kamera Polanski bergerak terlampau lambat, namun ada kalanya perpindahan sekuen terlalu cepat. Hasilnya sama. Potensi ketegangan urung memuncak. Klimaksnya sendiri menghadirkan perjuangan Polanski mengajak penonton mengecap atmosfer film suspense kala 70-80an, dilengkapi orkestra mencekam Alexandre Desplat yang kental membawa rasa dari masa tersebut.
Satu hal yang Polanski tahu pasti, bahwa Eva Green bisa membuat intensitas. Kamera pun seolah begitu mantap menangkap setiap verbal sang aktris. Berkat sang aktris pula, gampang memahami alasan Delphine tetap terobsesi kepadanya walau telah melalui sejumlah pertengkaran, kekangan, dan sikap histerikal Elle. Green mempunyai sorot mata menghipnotis, yang sekalinya mencengkeram, sulit untuk melepaskan diri darinya. Terkadang, Polanski pun memanfaatkan Green guna memproduksi creepy factor, sewaktu rahasia sekaligus tiba-tiba, ia sudah berada di satu sudut ruangan. Kedua penampil utama sama-sama memamerkan transformasi dengan gradasi bertahap. Green dari penggemar antusias yang tak jarang seduktif, sementara Seigner perlahan semakin kehilangan pegangan atas realita.
Penutupnya menyimpan twist yang sanggup terlihat terperinci bahkan sedari menit pertama kalau anda familiar dengan karya-karya Polanski maupun Assayas. Tapi twist itu bukan semata soal daya kejut, alasannya ialah Based on a True Story bicara mengenai bagaimana kesuksesan dan ketenaran dadakan membuat tekanan, kebuntuan penulis yang mengikuti kesuksesan itu, juga proses mengkreasi kehidupan. Semua ini ialah soal observasi terhadap proses, bukan hasil akhir. Pun filmnya memancing pertanyaan, “bukankah tiap bentuk karya seni, kalau dilihat dari aspek tertentu, sejatinya dibentuk menurut cerita nyata?”.
Komentar
Posting Komentar